Image from Pinterest |
Beberapa waktu yang lalu ada sebuah kejadian kecil di kompleks rumah kami di suatu pagi, seorang Bapak penjual roti keliling sedang berteriak dengan gerobak sepeda menawarkan dagangannya, terdengar olehku suara Bapak itu dari yang awalnya kecil kemudian mendekat membesar dan tak lama menghilang, yah Bapak tersebut sambil mengayuh gerobaknya sambil menawarkan dagangannya tanpa berhenti. Disaat suara Bapak tersebut mulai menghilang terdengar suara teriakan tetangga "Pak, roti, Pak, roti!!!" terdengar tetangga saya teriak berulang memanggil sang penjual roti, namun sayang sekali rupanya si penjual roti sudah terlalu jauh dan tak mendengarnya lagi.
Dari kejadian ini kemudian aku mulai merenung, suatu kejadian yang menyiratkan suatu kesempatan untuk mendapatkan uang dari sang penjual roti, dan kesempatan untuk memakan roti bagi tetangga saya yang terlewatkan begitu saja. Suatu kejadian yang menyisakan kekecewaan dari sang penjual roti karena tidak ada yang membeli rotinya ketika berada di kompleks perumahan kami, dan mungkin juga kekecewaan di sisi tetangga saya yang batal makan roti di pagi itu.
Kejadian seperti ini kelihatan sederhana akan tetapi mungkin sering terjadi pada diri kita dalam berbagai bentuk variasi kejadian yang berbeda, namun dalam konteks yang sama yaitu sebuah "Kesempatan Yang Terlewat".
Banyak contoh kasus lain yang serupa seperti ini misalkan teman2 yang bekerja dalam suatu proyek karena keterlambatan saat menyelesaikan bahan meeting menyebabkan proyek tersebut gagal, atau mungkin pada teman2 yang akan mendaftar kuliah terlambat memasukkan formulir pendaftaran sehingga tidak diterima di fakultas favorit, dan banyak sekali contoh - contoh kasus lainnya.
Pasti kita semua pernah atau bahkan mungkin sering mengalami sebuah "Kesempatan Yang Terlewat", biasanya ketika hal tersebut menimpa kita sering kita mengartikan sebagai sebuah kejadian yang menyedihkan dan membuat kita kecewa, gelisah, marah dan berbagai emosi negatif lainnya.
Namun pernahkah kita berpikir ulang apakah memang kesempatan ini kita yang salah telah melewatkannya ataukah memang Sang Penguasa hidup kita yang diatas sana yang telah mengatur sedemikan rupa supaya kita melewatkannya demi menghindarkan kita dari sesuatu hal yang mungkin buruk yang dapat menimpa kita??
Jika demikian memang pengaturan dari Sang Pemilik kehidupan ini, bukankah artinya kita harus bersyukur yang sebesar - besarnya karena telah dihindarkan dari suatu kejadian buruk dan artinya kita masih disayang. Jadi artinya bukankah kejadian Kesempatan Yang Terlewat ini tidak selamanya harus ditanggapi dengan berbagai emosi negatif bukan?
Memang tak akan sebegitu mudahnya mengubah emosi negatif ini menjadi rasa syukur karena di dalam masyarakat kita sudah terdoktrin bahwa suatu Kesempatan Yang Terlewat adalah cermin dari kegagalan dan merupakan perwujudan dari suatu kejadian negatif yang membuat kita merasa tidak nyaman jika mengalaminya. Akan tetapi mulai dari sekarang mari kita coba untuk membiasakan otak kita dengan kata Terlewat tersebut untuk tidak selalu melabelinya dengan sesuatu kejadian yang negatif tetapi mengubahnya menjadi sesuatu hal yang positif.
Menurut aku, membiasakan diri kita untuk bersikap bersyukur akan sebuah "Kesempatan Yang Terlewat" akan memberikan aura positif pada kehidupan kita dan lingkungan sekitar kita, dan dengan sendirinya alam semesta akan bergerak mendukung kita untuk terbukanya kesempatan positif baru yang bahkan jauh lebih baik dari yang terlewat sebelumnya.
Bagaimana menurut kalian teman2 pembaca?
0 Komentar